Luka Yang Tak Disengaja

Selama tumbuh menjadi orang dewasa ini, saya menyadari bahwa setiap orang menyimpan luka di dalam dirinya masing-masing. Entah mereka menyadari—mengakuinya atau tidak, luka itu ada di dalam sana. Tersembunyi di antara tawa hampa, kemarahan tiba-tiba dan tangisan yang tak mereka ketahui sebabnya apa. Beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai bagian dari mood swing, tapi bagaimana jika ia—luka itu adalah sisa-sisa keguncangan masa lalu yang tak pernah selesai dan terbawa hingga masa sekarang. Bagaimana jika, kita tidak pernah menganggapnya sebagai luka dan menghiraukannya begitu saja, padahal ia menyakiti kita. Beberapa rasa sakit meninggalkan luka, beberapa tidak. Bagaimana jika ia disebut luka yang tak disengaja? Mereka sering berkata “Apa yang terjadi di masa lalu, sebaiknya tetap tinggal di sana. Tidak perlu diungkit-ungkit lagi.” Tapi nyatanya, efek yang ditimbulkan oleh luka yang tak pernah kita hiraukan itu, justru baru saja tampak ketika kita telah dewasa. Atau bisa jadi, kita saja yang baru menyadarinya. Saya pun seperti itu.

Satu hal yang saya pelajari mengenai luka ini—meskipun ia bagian dari saya, adalah bagaimana ia tidak kemudian mendefinisikan diri saya yang sebenarnya. Saya bukan si pecundang yang gemar menyalahkan orang lain atas kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam hidup, saya bukanlah ekspektasi yang tak terwujud. Saya lebih dari hal-hal itu. Pelajaran ini pun bukan tanpa proses. Hingga saat ini, setiap tanpa sengaja tersentuh, luka itu masih terasa nyeri sesekali. Luka ini tanpa sengaja terbentuk di masa lalu, ketika saya masih kanak-kanak dengan kebingungan dan ketidakmampuan untuk mendeteksi apa yang saya rasakan. Maka setelah saya dewasa kini, setelah saya merasa cukup mengerti dengan apa yang terjadi, mengobati luka ini adalah sebuah tugas—yang baiknya saya selesaikan sendiri. Saya tidak perlu lagi menyalahkan orang lain karena kini saya memiliki pilihan, yakni untuk tetap membiarkan luka itu semakin membusuk dan menghancurkan diri saya, atau memilih untuk mengobatinya—meski perlahan hingga luka itu akan benar-benar sembuh nantinya. Tugas saya masih belum selesai. Saya masih mengerjakannya.

.kurntia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *