The Other Way Around

Saat ini gue lagi nonton serial New Amsterdam di Netflix. Baru selesai season 1, season 2 baru dapet 2 episode. Beberapa bulan ini, nope setahun terakhir mungkin lebih tepatnya, gue banyak nonton serial dengan tema kedokteran. Mulai dari drama Korea macam Doctors, Dr. Stranger, Hospital Ship, the Good Doctor, sampe ya si New Amsterdam ini. Selain visualnya dokter Max Goodwin yang bikin mata adem, dan kalimat andalannya “how can I help?” yang bikin kita pengen numpahin semua uneg-uneg, ada satu hal yang relate sama gue dari karakter dokter Goodwin ini, yaitu cara dia mempersiapkan diri.

Long story short, ketika dokter Goodwin ini tahu kalo dirinya punya kanker dan secara perhitungan medis dia nggak punya waktu banyak, dia siapin mental buat pergi ninggalin istrinya yang waktu itu lagi hamil. Di serialnya juga diceritain struggle-nya si dokter Goodwin ini waktu jalanin kemoterapi, dan side effectnya buat dia. Plot twist-nya ada di ujung season 1 dan di opening season 2 (spoiler alert), pas si Georgia (istrinya dokter Goodwin) mau ngelahirin. Jadi sebelumnya, si Max Goodwin ini disuruh istirahat di rumah sama dokternya, ga usah ngadi-ngadi sok kuat pake kerja dulu. Singkat cerita si istrinya ini pendarahan, lumayan heboh dan riweuh tapi bisa survive lahirin anaknya di apartemen dengan bantuan dokter Bloom (saha ieu dokter Bloom teh? Sok ditonton serialnya). Trus si ibu dan dedek bayi yang baru lahir inipun dibawa ke RS pake ambulan. Emang dasar apes, si ambulannya ditabrak orang beler abis make narkoba. Istrinya kritis, dan akhirnya meninggal di meja operasi.

Beberapa jam sebelum scene ini, Max Goodwin bilang ke dokter Bloom, “gue egois, selama ini gue selalu mikir kalo gue yang akan ninggalin Georgia (meninggal duluan), gue nggak pernah mikir apalagi siap-siap kalo ternyata Georgia yang akan pergi duluan.”

Di titik inilah dokter Max Goodwin dan Geny Jati itu sama, kami sama-sama menyiapkan diri untuk meninggalkan bukan ditinggalkan. Namanya juga hidup, kalo sesuai ama rencana kita semua nggak asik, maka kalo dokter Goodwin kehilangan Georgia, gue kehilangan dia-yang-namanya-mending-ga-usah-disebut-aja-tapi-akan-selalu-disebut-dalam-doa (monmaap panjang bener Gen?) dan terakhir ya ibu. Sejak SMA, gue selalu punya feeling kalau hidup gue kayaknya nggak bakal panjang-panjang amat, jadi ada semacam keyakinan kalau I’ll be the one who leave first. Bahkan sampai sekarangpun, gue agak takut kalo disuruh bayangin apa yang akan terjadi dalam say, 10 tahun ke depan, karena ya I’m not sure I’ll last that long. Saat orang lain kepikiran buat merancang bahkan sampai masa pensiunnya di umur 50an, gue gak yakin kalo gue bisa survive my twenties. 

Pengalaman dua kali kehilangan ini dan juga akibat nonton New Amsterdam, bikin gue melirik kemungkinan yang ada di seberang skenario gue. What would I do if things go the other way around? Orang bilang survival skill kita akan tergantung sama cara kita menyikapi pengalaman hidup kita, so to myself I’ll ask the mighty question, “how can I help? So you can survive”


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *